KONTROVERSI TENTANG
BUNGA BANK = RIBA = HARAM ?
(VERSI FATWA MUI ATAU FIRMAN ALLAH ?)
K omentar Ketua PP Muhammadiyah, Dr Syafii Maarif, dan Hamzah Haz, wakil Presiden yang tak mampu menyembunyikan
ketidaksepakatannya mengenai fatwa MUI tentang bunga bank (interest) hukumnya haram, yang dianggap sangat "tergesa-gesa"
tersebut. Dan yang dikhawatirkan justru akan menjadi bumerang bagi MUI itu sendiri karena kata beliau-beliau (SyafiI dan Hamzah
Haz-red) dinilai potensial untuk tidak berlaku efektif dilapangan, selain karena kurang sensitif dengan kondisi sosial-politik-ekonomi
yang ada, juga disebabkan kurang mempertimbangkan skala prioritas dalam penuntasan persoalan bangsa. Apalagi bila dikaitkan
dengan gerakan anti korupsi, Apakah benar ????
Mengenai kondisi diatas dan apabila meruju pada Firman Allah yaitu QS. Al-Baqarah 275 dan 276, "Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Dan pada firman Allah Qs. Ar
ruum : 30, "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)". Dan mengenai pengertian Riba sendiri menurut AlQuran didalam
terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, penerbit PT. Karya Toha Putra Semarang; yaitu bahwa riba itu ada dua macam
: nasiah dan fadhl.
Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan yang sejenis,tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang
menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya.
Dari pernyataan diatas dapat dikembangkan atau dikaitkan kepada komentar SyafiI dan Hamzah Haz yaitu :
- Mengenai yang katanya (SafiI & Hamzah Haz) fatwa MUI tergesa-gesa apakah betul ? Apabila melihat kondisi saaat ini
dimana sudah banyak terjadi misal debitur nakal (istilah perbankan NPL/Non Performing Loan atau kredit macet) pada perbankan
konvensional atau bank yang menggunakan sistem bunga, hal ini apabila dianalisa kenapa mereka berbuat seperti itu karena mereka
sulit untuk mengembalikan hutang pokoknya, gimana mau bayar hutang pokoknya kalau bunganya saja terus berkembang dan agak
sulit untuk mengembalikan "hanya untuk membayar bunganya saja". Lalu bila dilihat pada tim operasional (Perbankan konvensional
itu sendiri ) seperti kasus pembobolan uang yang banyak terjadi di dunia Perbankan Konvensional (dengan bunga) itu sendiri,
dan pada kondisi disaat terjadi krisis moneter dimasa orde baru bahwa banyak bank konvensional yang mengalami kolap (kehancuran
istilah kasarnya) sehingga banyak bank yang masuk rumah sakit (BPPN istilah perbankannya). Hal ini merupakan bukti yang nyata
dari firman Allah pada QS. Al-Baqarah 275 dan 276. "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila" itulah yang menimbulkan mereka oknum
debitur, kreditur dan team operasional (pihak bank sistem bunga) melakukannya karena stress alias tekanan penyakit gila
kata Allah tersebut. Dan apakah cocok bila dikatakan tergesa-gesa karena fatwa MUI tersebut? Bila dilihat dari sudah banyaknya
kejadian yang terbukti karena kehancuran tersebut bukan hanya "tergesa-gesa" saja malah sudah dapat dikatakan terlambat, kenapa
tidak dari dulu saja dikeluarkannya ???? agar kondisi ini baik.
- Menurut SyafiI dan Hamzah Haz fatwa MUI dinilai potensial untuk tidak berlaku efektif dilapangan, selain karena kurang
sensitif dengan kondisi sosial-politik-ekonomi yang ada, juga disebabkan kurang mempertimbangkan skala prioritas dalam penuntasan
persoalan bangsa. Apakah betul ??? Apabila dilihat dari fenomena yang ada pada point no. 1 diatas tentang kasus NPL/ kredit
macet- yang tinggi, kasus pembobolan uang negara yang Masya Allah banyak sekali merugikan bangsa dan negara, kasus kehancuran
perbankan sistem bunga dimasa krisis moneter pada masa orde baru. Hal ini jelas-jelas merupakan pendapat yang bertentangan
malah bila dilihat dengan cahaya yang terang fatwa MUI merupakan sesuatu yang memang baik dan sangat cocok untuk mecari solusi
dari semua fenomena kejadian pada keburukan Perbankan yang menggunakan sistem bunga , dan hal ini apabila dikaitkan dengan
skala prioritas dalam penuntasan persoalan bangsa merupakan hal yang utama karena sesuai dengan kembali dalam firman Allah
QS. Al-Baqarah 275 dan 276. "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila". Dari sinilah apabila mencoba memfokuskan bahwa bunga
bank = riba=haram, insya Allah penuntasan persoalan bangsa dan negara ini dapat dipulihkan.
Namun dalam proses perubahan sistem bunga tersebut jangan terlalu terkesan kurang profesional, sebaiknya
bertahap-tahap , sebagaimana turunnya ayat-ayat Allah yang bertahap-tahap. Karena Islam itu mudah tidak mempersulit dan tingkatkan
SDM yang profesional mengenai hal ini, dan alangkah baiknya apabila MUI dengan pihak Pemerintahan saling bekerja sama tanpa
ada rasa curiga antara kedua belah pihak, mari fokuskan kepada penyelamatan bangsa dan negara yang di rahmati oleh Allah SWT.
Mengenai Perbankan konvensional bisa saja apabila melakukan untuk sementara dua sistem yang terpisah yaitu sistem bunga yang
memang belum dirubah sambil jalan dengan sistem yang tidak menggunakan bunga misalnya sistem hasil ijtihad para Dewan Syariah
Nasional (DNS) yang mengurangi kesulitan atau mudharat karena Rasul bersabda bahwa "Apabila kita mempermudah sesuatu maka
Allah akan memberikan kemudahan kelak ".
Wallahualam bishowab.
(Shinta Arini As,SE,MM / Dosen Univ.Gunadarma,STIEJ & STIAMI, Kader PKS dan Sekretaris Divisi
EKBIS (Ekonomi & Bisnis) FORMAD (Forum Remaja Masjid Depok Jaya) )
Bunga Bank Untuk Kepentingan Dakwah
Sesuai dengan karakteristik bunga bank maka kami menganggap bahwa bunga bank adalah riba’ yang diharamkan Allah.
Dan pada dasarnya harta riba adalah harta yang tidak berkah, Allah SWT berfirman:
يمحق الله الربا ويربي
الصدقات Artinya: "Allah menghancurkan harta riba' dan menyuburkan sedekah"
(QS Al Baqarah 276)
Rasulullah SAW bersabda:
لعن الله آكل الربا ومؤكله
وشاهديه وكاتبه {رواه
البخاري ومسلم} Artinya: "Allah SWT mela'nat pemakan
riba', yang memberi makan, kedua saksi dan pencatatnya"(HR Bukhari dan Muslim)
Sehingga pengalokasian harta riba' harus sesempit mungkin. Harta riba hanya boleh dialokasikan untuk kemaslahatan umum
seperti, membangun jalan, solokan, MCK dan sejenisnya. Harta riba dilarang digunakan untuk kepentingan konsumsi. Begitu juga
harta riba dilarang digunakan untuk kegiatan da’wah.
Future Trading
Future Trading atau Future Komoditi adalah mirip dengan akad Bai’ Salam atau salaf, yaitu; jual beli dengan pembayaran
harga yang disepakati secara tunai, sedang penyerahan barangnya ditangguhkan kemudian pada waktu yang dijanjikan oleh penjual
dan disetujui pembeli (jatuh tempo). Dalam akad salam harga sudah final/tetap, tidak dikenal padanya penambahan, kenaikan
ataupun penurunan. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبّاسٍ قَالَ:
قَدِمَ رَسُولُ اللّهِ
صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ
وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي
التّمْارِ السَّنَةَ
والسّنَتَيْنِ فَقَالَ:
«مَنْ أَسْلَفَ سَلَفا
فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ
مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ
إلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ»
Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata:” Rasulullah SAW datang ke Madinah, sedang masyarakat Madinah melakukan transaksi
Salaf (Salam) setahun, dan dua tahun”. Maka Rasulullah SAW bersabda:” barangsiapa yang melakukan salaf, maka lakukanlah
dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas dan waktu yang jelas”(Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam Future Trading disamping ada orang yang motivasinya membeli barang, tetapi banyak juga yang motivasinya bukan membeli
barang tetapi melihat fluktuasi harga. Saat harga barang tinggi maka ia melepas surat tanda kepemilikan barang, dan jika harga
rendah maka ia tahan. Dan begitulah berpindah-pindah dari satu orang ke-orang lain menjual surat berharga tersebut tanpa mengetahui
barangnya. Unsur penambahan/kenaikan harga atau penurunan/pengurangan harga setelah transaksi dan pembayaran dilunasi disebut
capital again. Unsur penambahan atau pengurangan ini mengandung karakter gambling (maysir), baik perusahaan yang untung atau
merugi, hukum maysir/qimar adalah haram.
Jelasnya, dalam future trading target pembeli adalah bergambling (qimar/maysir) dengan naik turunnya harga barang yang
ditentukan oleh pasar, dan bukan barang itu sendiri yang menjadi target pembeli. Kemudian, hal yang tidak diterima pula oleh
syariat adalah pembeli menjual kembali barang yang belum ia terima kepada pembeli kedua atau orang lain.
Adapun memberikan jasa konsultasi untuk keperluan Future Trading yang mengandung unsur praktek haram seperti diatas termasuk
memberikan dukungan untuk suatu kema’siatan atau manivestasi ta’awun ‘alal itsmi. Maka, penghasilan yang
diperoleh dari jasa konsultasi ini hukumnya adalah haram.
Hal yang hampir mirip terjadi juga pada bursa saham dan money changher. Kedua model akad ini secara mendasar adalah halal.
Tetapi hukum itu berubah jika sudah mengarah pada maisir (gambling), yaitu motivasi jual beli saham untuk mencari selisih
keuntungan, bukan penyertaan modal. Begitu juga pada jual beli mata uang, motivasinya untuk mencari keuntungan dari selisih
harga tersebut bukan untuk kebutuhan, misalnya keluar negeri dll. Maka hukum kedua jenis transaksi tersebut berubah dari halal
menjadi haram, karena sudah masuk pada judi yang diharamkan Allah.
Risywah (suap) dalam Islam
Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan
perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. (al-Misbah al-Munir – al Fayumi, al-Muhalla
–Ibnu Hazm).
Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar.
Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:
Artinya:”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al
Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap
menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT.
Artinya:” Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Artinya: “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum”(HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Artinya: “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap”(HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan di shahihkan
oleh at-Tirmidzi)
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat penyuap, yang menerima suap dan perantaranya”(HR Ahmad )
Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator anatara penyuap dan yang disuap. Hanya saja
jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang
menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla
8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Pembagian Risywah Menurut Madzhab hanafi
Risywah terkait dengan putusan hukum dan kekuasaan, hukumnya haram bagi yang menyuap dan yang menerimanya.
Menyuap hakim untuk memenangkan perkara, hukumnya haram bagi penyuap dan yang disuap.
Menyuap agar mendapatkan kedudukan/ perlakuan yang sama dihadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih
kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang disuap.
Memberikan harta (hadiah) kepada orang yang menolong dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kezhaliman dengan tanpa syarat
sebelumnya, hukumnya halal bagi keduanya.
Penerima Suap :
1. Penguasa dan Hakim
Ulama sepakat mengharamkan penguasa atau hakim menerima suap atau hadiah. (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj
8/242, al-Qurtubi 2/340).
2. Mufti
Haram bagi seorang mufti menerima suap untuk memberikan fatwa sesuai yang diinginkan mustafti (yang meminta fatwa). (ar-Raudhah
11/111, Asnaa al-Mutahalib 4/284)
3. Saksi
Haram bagi saksi menerima suap apabila ia menerimanya maka gugurlah kesaksiannya. (al-Muhadzaab 2/330, al-Mughni 9/40 dan
160).
Bisnis Multi Level Marketing (MLM)
Pada akhir-akhir ini bisnis dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) atau pemasaran dengan cara berjenjang, disebut juga
Network Marketing atau pemasaran dengan menggunakan jaringan, begitu semarak bagai cendawan di musim hujan, apalagi dalam
suasana krisis ekonomi yang sampai sekarang belum kunjung berhenti.
MLM dalam literatur Fiqh Islam masuk dalam pembahasan Fiqh Muamalah atau bab Buyu' (Perdagangan). MLM adalah menjual/memasarkan
langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai
ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan
sistem berjenjang(pelevelan). Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya
dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan
perusahaan. Dalam MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah
ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM. Untuk menilai satu persatu perusahaan yang
menggunakan sistem ini rasanya tidak mungkin, kecuali jika perusahaan tersebut memberikan penjelasan utuh baik melalui buku
yang diterbitkan atau presentasi langsung tentang perusahaan tersebut.
Oleh karena itu kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan
terlibat dalam bidang MLM.
Allah SWT berfirman:
惍᠇ᡥ ǡȭڠ捑㠇ᑈǠArtinya:"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba"(QS Al Baqarah 275).
抚Ǧ䦇 ڡ젇ሑ 懡ʞ欠桇ʚǦ䦇 ڡ젇ᅋ㠦ǡڏ懤
Artinya:"Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan" (QS Al Maidah 2).
Rasulullah SAW bersabda:
Ť㇠ǡȭڠڤ ʑǖ Artinya:" Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha".(HR al-Baihaqi
dan Ibnu Majah).
ǡ㓡㦤 ڡѦإ㠁rtinya:" Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka"(HR Ahmad,
Abu Dawud dan al-Hakim)
1. Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' dan muamalah atau buyu' prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak
ada unsur:
- Riba'
- Ghoror (penipuan)
- Dhoror (merugikan atau mendholimi fihak lain)
- Jahalah (tidak transparan).
2. Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran
anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah
celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak.
Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan
posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah
suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di
atas.
Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan
untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan
dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down
line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau
produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama dengan judi.
4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan
kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat untuk kaum muslimin Indonesia dan dapat menjadi salah satu jalan
keluar dari krisis ekonomi.
) I (
|